TUGAS KELOMPOK
BAB
V
SARANA
BERPIKIR ILMIAH
Perbedaan
antara manuisa dan binatang terletak kepada kemampuan manusia untuk mengambil
jalan melingkar dalam mencapai tujuanya. Seluruh pikiran binatang dipenuhi oleh
kkebutuhan yang menyebabkan mereka secara langsung mencari objek yang
diinginkanya atau membuang benda yang menghalanginya. Dengan demikian sering
kita melihat monyet yang menjangkau sia-sia benda yang diinginkanya tidak
seperti manusia yang primitifpun yang telah mempergunakan bandringan atau
melempar dengan batu. Manusia sering disebut makluh Homo Faber yaitu makluk yang membuat alat karena berkembangnya ilmu
pengetahuan tersebut memerlukan alat.
Untuk
melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya
sarana tersebut memungkinkan dilakukanya penelaahan ilmiah secara teratur dan
cermat. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat
dilakukan. Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah
dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Oleh sebab itulah sebelum
sarana-sarana berpikir ilmiah ini seyogyana kita telah menguasai
langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah tersebut. Dengan jalan ini maka kita akan
sampai pada hakikatnya sarana yang sebenarnya, sebab sarana merupakan alat yang
membantu kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
Sarana
berpikir ilmiah dalam pendidikan merupakan bidang studi tersendiri, artinya
kita mempelajari sarana berpikir ilmiah seperti kita mempelajari berbagai
cabang ilmu. Dalam hal ini kita harus memperhatikan dua hal.
·
Pertama => Sarana
ilmiah bukan merupakan kumpulan ilmu
pengetahuan yang didapat berdasarkan metode ilmiah.
·
Keduan =>
Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita
melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu
dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk bias
memecahkan masalah kita sehari-hari.
Untuk
dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana
yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistika. Dimana bahasa merupakan
alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut
kepada orang lain. Karena ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan
induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika
deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan yang sangat penting
dalam berpikir deduktif sedangkan statistika mempunyai perana penting dalam
pikiran induktif. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung penguasaan
sarana berpikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah kearah penguasaan itu
adalah mengetahui dengan benar peran masing-masing sarana berpikir tersebut
dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah tersebut.
Bedasarkan
pemikiran ini maka tidak sukar untuk dimengerti mengapa mutu kegiatan keilmuan
tidak mencapai taraf yang memuaskan sekiranya sarana berpikir ilmiahnya memang
kurang dikuasai. Bagaimana mungkin seseorang bisa melakukan penalaran yang
cermat tanpa menguasai struktur bahasa yang tepat.? Demikian juga bagaimana seseorang
bisa melakukan generalisasi tanpa menguasai statistika? Memang betul tidak
semua masalh tidak membutuhkan statistic, namun hal itu bukan berarti bahwa
kita tidak peduli terhadap statistika sama sekali dan berpaling kepada
cara-cara yang justru tidak bersifat ilmiah.
16. Bahasa
Dapatkah anda bayangkan
seandainya binatang dapat berbicara seperti manusia.? Jika si didi sedang
menanam pisang, maka monyet si didi tidak sekedar mengernyit-ngernyitkan
dahinya dalam flustasi, melaikan dalam lantang akan berkata, ‘ bagi-bagi dong,
Di, pisangnya..!! dan bukan hanya berhenti disitu saja, dia pun mungkin akan
belajar menanam pisang itu sendiri, sebab dengan menguasai bahasa kita akan
menguasai pengetahuan. Keunikan manusia sebenarnya bukanlah terletak pada
kemampuan berpikir melaikan terletak pada kemampuan berbahasa. Tanpa mempunyai
kemampuan berbahasa ini maka kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur
tidak mungkin dapat dilakukan. Lebih lanjut lagi, tanpa kemampuan berbahasa
manusia tidak dapat mengembangkan kebudayaanya, sebab meneruskan nilai-nilai
budaya dari generasi yang satu kepada generasi selanjutnya manusia tak berbeda
dengan aning atau monyet.
Manusia dapat berpikir
karena mempunyai bahasa, tanpa bahasa manusia tidak dapat berpikir rumit dan
abstrak seperti dalam kegiatan ilmiah. Binatang tidak diberkahi dengan bahasa
yang sempurna sebagaimana kita miliki, oleh sebab itu maka binatang tidak dapt
berpikir dengan baik dan mengakumulasikan pengetahuanya lewat proses komunikasi
seperti kita mengembangkan ilmu. Karena bintang tidak mempunyai bahsa, maka
buah pikiran dan penemuan jenius itu tidak tercatat dan menghilang begitu saja.
Bahasa memungkinkan manusia berpikir secara abstrak dimana objek-objek yang
faktual ditransformasikan menjadi symbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak.
Adanya symbol yang bersifat abstrak ini memungkinkan manusia untuk memikirkan
sesuatu secara berlanjut.
Kalau kita telaah lebih
lanjut, bahasa mengkomunikasikan tiga hal yakni buah pikiran, perasaan, dan
sikap. Dalam komunikasi ilmiah sebenarnya proses komunikasi itu harus terbebas
dari unsure motif ini agar pesan yang disampaikan bias diterima secara
reproduktif, artinya identic denga peran yang dikirimkan. Namun dalam
prakteknya hal ini sukar untuk dilaksanakan kecuali informasi yang terdapat
dalam buku pedoman telepon.
Apakah
sebenarnya bahasa?
- Pertama
=> Bahasa dapat kita cirikan sebagai serangkaian bunyi. Sebenarnya kita
dapat berkomunikasi dengan mempergunakan alat lain, umpamanya saja dengan
menggunakan bahas isyarat, namun manusia mempergunakan bunyi sebagai alat
komunikasi kasi yang paling utama. Komunikasi mempergunakan bunyi ini
dikatakan juga sebagai komunikasi verbal.
- Kedua =>
Bahasa merupakan lambang dimana
rangkaian bunyi ini membentuk suatu arti tertentu. Rangkaian bunyi yang kita
kenal sebagai kata malambangkan suatu objek tertentu. Umpamanya perkataan
gunung dan burung merpati sebenarnya merupakan lambang yang kita berikan
kepada kedua objek tersebut. Bila objek tersebut kita lambangkan dengan
bunyi “gunung” sedangkan bagi bahasa lain dilambangkan dengan mountain
dalam bahasa inggris atau jaba dalam bahasa arab, demikian juga dengan
merpati.
Manusia mengumpulkan
lambang-lambang ini dan menyusun apa yang kita kenal sebagai perbendaharaan
kata-kata. Perbendaharaan ini pada hakikatnya merupakan akumulasi pengalaman
dan pemikiran mereka. Artinya dengan perbendaharaan kata-kata yang mereka
punyai maka manusia dapat mengkomunikasikan segenap pengalaman dan pemikiran
mereka. Inilah yang menyebabkan bahasa terus berkembang yakni karena disebabkan
pengalaman dan pikiran manusia yang juga berkembang. Adanya lambang-lambang ini
memungkinkan manusia dapat berpikir dan belajar dengan lebih baik.
Adanya bahasa ini
memungkinkan kita untuk memikirkan sesuatu dalam benak kepala kita,meskipun
objek yang sedang kita pikirkan tersebut tidak berada didekat kita. Manusia
dengan kemampuan berbahasa memungkinkan untuk memikirkan sesuatu masalah
terus-menerus. Lainpulanya dengan binatang, karena mereka tidak mempunyai
bahasa seperti apa yang kita punya, maka mereka baru bias berpikir jika objek
itu berada di depan matanya. Perbedaan pindidikan antara manusia dengan
binatang terutama terletak pada tujuanya: manusia belajar agar berbudaya sedangkan
binatang belajar untuk mempertahankan jenisnya.
Dengan bahasa bukan
saja manusia dapat berpikir secara teratur namun juga dapat mengkomunikasikan
apa yang sedang dia pikirkan kepada orang lain. Namun bukan itu saja, dengan
bahasa kitapun dapat mengekspresikan sika dan perasaan kita. Dengan adanya
bahasa maka manusia hidup dalam dunia yakni dunia pengalaman yang nyata dan
dunia simbolik yang dinyatakan dengan bahasa. Disamping pengetahuan manusia
mencoba memberi arti kepada semua gejala fisik yang dialaminya. Seni merupakan
kegiatan ekstetik yang banyak mempergunakan aspek emotif dari bahasa baik itu
seni suara maupun seni sastra dalam hal ini bahasa bukan saja dipergunakan
untuk mengemukakan perasaan itu sendiri melainkan juga merupakan ramuan untuk
menjenakan pengalaman yang ekspresif tadi.
Komunikasi ilmiah mensyaratkan bentuk
komunikasi yang sangat lain dengan kominikasi ekstetik. Komunikasi ilmiah
bertujuan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan. Agar komunikasi
ilmiah ini berjalan dengan baik maka bahasa yang dipergunakan harus terbebas
dari unsur-unsur emotif. Kominikasi ilmiah harus bersikap repoduktif artinya
bila sipengirim informasi x yang diterima harus merupakan reproduksi yang
benar-benar sama dari informasi x yang dikirimkan. Oleh sebab itu maka proses
komunikasi ilmiah harus bersikap jelas dan obyektif yakni terbebas dari
unsur-unsur emotif. Hal ini harus kita lakukan untuk mencegah si penerima
komunikasi memberi makna lain yang berbeda dengan makna yang kita maksudkan.
Karya ilmiah pada dasarnya merupakan
kumpulan pernyataan yang mengemukakan informasi tentang pengetahuan maupun
jalan pemikiran dalam mendapatkan pengetahuan tersebut. Untuk mampu
mengkomunikasikan suatu pernyataan dengan jelas maka seseorang harus menguasai
kata bahasa yang baik. Pengetahuan tata bahasa dengan baik merupakan syarat
mutlak bagi komunikasi ilmiah yang benar. Karya ilmiah juga mempunyai gaya
penulisan yang pada hakikatnya merupakan usaha untuk mencoba menghindari
kecenderungan yang bersifat emosional bagi kegiatan seni namun merupakan
kerugian bagi kegiatan ilmiah oleh sebab itu gaya penulisan ilmiah, dimana
tercakup didalamnya pengguanaan tata bahasa dan penggunaan kata-kata, harus
diusahakan sedemikian mungkin untuk menggunakan unsur-unsur emotif ini
seminimal mungkin.
Beberapa
kekurangan bahasa
Sebagai sarana komunikasi
ilmiah maka bahasa mempunyai beberapa kekurangan. Kekurangan ini pada
hakikatnya terletak pada peranan bahasa itu sendiri yang bersifat multifungsi
yakni sebagai sarana komunikasi emotif, afektif dan simbolik. Kekurangan yang
ke dua terletak pada arti yang tidak jelas dan eksak yang dikandung oleh
kata-kata yang mengandung bahasa. Dipihak lain usaha untuk menyampaikan arti
sejelas dan se eksak mungkin dalam suatu proses komunikasi mungkin akan
munyebabkan proses penyampain informasi itu malah tidak komunikatif lagi
disebabkan bahasa yang bertele-tele dan membosankan. Mengambil contoh dari
kehidupan sehari-hari misalkan “cinta”.kata cinta ini seringdipakai dalam
lingkup yang sangat luas umpamanya dalam hubungan antara ibu dan anak, ayah dan
anak, kakek dan nenek, perasaan kepada tanah air dan ikatan pada rasa
kemanusiaan yang besar. Disamping itu bahasa mempunyai beberapa kata yangn
memberi arti yang sama, umpamanya pengertian tentang “usaha kerja sama yang
terkoordinasi dalam mencapai suatu tujuan tertentu” disebutkan sebagai
administrasi, manajemen, pengelolaan dan tatalaksana. Sifat majemuk dari bahasa
ini sering menimbulkan apa yang dinamakan kekacauan simatik, dimana dua orang
yang berkomunikasi mempergunakan sebuah kata yang sama namun untuk pengertian
yang berbeda.
Kelemahan yang ketiga bahasa sering
bersifat berputar-putar dalam mempergunakan kata-kata terutama dalam memberikan
definisi. Contoh lain yang sering kita temukan adalah perkataan “data” yang
diartikan sebagai “bahan yang diolah menjadi informasi”; sedangkan “informasi”
diartikan “keterangan yang didapat dari data”. Hal ini sebenarnya taka da
salahnya selama kata-kata yang dipergunakan itu sudah mempunyai pengertian yang
jelas dan bukan bersifat berputar-putar. Masalah bahasa ini menjadi bahan
pemikiran yang sungguh-sungguh genstin, disebabkan karena “kebanyakan dari
pernyataan dan pertanyaan ahli filsafat timbul dari kegagalan mereka untuk
menguasai logika bahasa.
17. MATEMATIKA
Filsafat matematika adalah cabang dari
filsafat yang mengkaji anggapan-anggapan
filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak
matematika. Tujuan dari filsafat matematika
adalah
untuk memberikan rekaman sifat dan metodologi matematika dan untuk
memahami kedudukan matematika di dalam kehidupan manusia. Sifat logis dan
terstruktur dari matematika itu sendiri membuat pengkajian ini meluas dan unik
di antara mitra-mitra bahasan filsafat lainnya.
Matematika (dari
bahasa Yunani:
μαθηματικά -
mathēmatiká)
adalah studi
besaran,
struktur,
ruang,
dan
perubahan. Para
matematikawan mencari berbagai
pola,
[2][3] merumuskan
konjektur baru, dan membangun kebenaran
melalui
metode deduksi
yang
kaku dari
aksioma-aksioma dan
definisi-definisi yang bersesuaian.
[4] Terdapat perselisihan tentang
apakah objek-objek matematika seperti
bilangan dan
titik hadir
secara alami, atau hanyalah buatan manusia. Seorang matematikawan
Benjamin Peirce menyebut matematika sebagai
"ilmu yang menggambarkan simpulan-simpulan yang penting".
[5] Di pihak lain,
Albert Einstein menyatakan bahwa
"sejauh hukum-hukum matematika merujuk kepada kenyataan, mereka tidaklah
pasti; dan sejauh mereka pasti, mereka tidak merujuk kepada kenyataan."
[6] Melalui penggunaan
penalaran logika dan
abstraksi,
matematika berkembang dari
pencacahan,
perhitungan,
pengukuran, dan pengkajian sistematis
terhadap
bangun dan
pergerakan
benda-benda fisika.
Konsep
bentuk
logis adalah inti dari logika. Konsep itu menyatakan bahwa
kesahihan
(validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya.
Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni hubungan
antara kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang diberikan (premis). Logika
silogistik tradisional Aristoteles dan logika simbolik modern adalah
contoh-contoh dari logika formal. Dasar penalaran dalam logika ada dua, yakni
deduktif
dan induktif.
Penalaran deduktif—kadang
disebut logika deduktif—adalah penalaran yang membangun atau mengevaluasi
argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan
ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Argumen
deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau salah. Sebuah
argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya merupakan
konsekuensi logis dari premis-premisnya.
Contoh argumen
deduktif:
- Setiap mamalia punya sebuah jantung
- Semua kuda adalah mamalia
- ∴ Setiap kuda punya sebuah jantung
Penalaran
induktif—kadang disebut logika induktif—adalah penalaran
yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan
umum.
Contoh argumen induktif:
- Kuda Sumba punya sebuah jantung
- Kuda Australia
punya sebuah jantung
- Kuda Amerika punya sebuah jantung
- Kuda Inggris punya sebuah jantung
- ∴ Setiap kuda punya sebuah jantung.
Tabel
di bawah ini menunjukkan beberapa ciri utama yang membedakan penalaran induktif
dan deduktif.
Deduktif
|
Induktif
|
Jika semua
premis benar maka kesimpulan pasti benar
|
Jika premis
benar, kesimpulan mungkin benar, tapi tak pasti benar.
|
Semua
informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada, sekurangnya secara implisit,
dalam premis.
|
Kesimpulan
memuat informasi yang tak ada, bahkan secara implisit, dalam premis.
|
Logika
masuk ke dalam kategori matematika murni karena matematika adalah logika yang
tersistematisasi. Matematika adalah pendekatan logika kepada metode ilmu ukur
yang menggunakan tanda-tanda atau simbol-simbol matematik (
logika simbolik). Logika tersistematisasi
dikenalkan oleh dua orang dokter medis, Galenus (130-201 M) dan Sextus
Empiricus (sekitar 200 M) yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode
geometri. Puncak
logika simbolik
terjadi pada tahun
1910-
1913
dengan terbitnya
Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya
bersama Alfred North Whitehead (
1861 -
1914)
dan Bertrand Arthur William Russel (
1872 -
1970).
Matematika sebagai bahasa
Matematika
adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin
kita sampaikan. Lambing-lambang matematika meiliki sifat artificial yaitu akan
memiliki arti setelah sebuah makna deberikan kepadanya. Tanpa makna matematika
hanya merupakan lambing saja. Selain itu matematika pun dapat diartikan sebagai
bahasa yang berusaha unutk menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional
dari bahasa verbal.
Selain
sebagai bahasa matematikua pun memiliki sifat kuantitatif, yaitu matematika
mengembangkan bahasa numeric yg memungkinkan kita melakukan pengukuran secara
kuantitatif. Selain itu matematika pun memungkinkan ilmu mengalami perkembangan
dari tahap kualitatif ke kuantitatif. Pada dasarnya matematika diperlukan oleh
semua disiplin keilmuan untk meningkatkan daya prediksi dan control dari ilmu
tersebut, sehingga ilmu dapat memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang
memungkinkan pemecahan masalah secara lebih tepat dan cermat.
Matematika sarana
berfikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada
premis-premis yang kebenaranya telah ditentukan.
Ilmu dapat
dibagi menjadi 3 tahapan :
- tahapan sistematika
- tahapan komparatif
- tahapan kuantitatif
Tahapan
sistematika, pada tahap ini ilmu sudah mulai menggolong-golongkan objek
empiris ke dalam kategori-kategori tertentu. Penggolongan ini memungkinkan kita
untuk menemukan ciri-ciri yang bersifat umum dari anggota-anggota yang menjadi
kelompok tertentu. Ciri-ciri yang bersifat umum inilah yang merupakan
pengetahuan manusia dalam mengenali dunia fisik.
Tahapan
komparatif, pada tahap ini kita mulai membandingkan antara objek yang satu
dengan yang lainya, kategori yang satu ini dengan kategori lainya dan
seterusnya. Kita mulai mencari hubungan yang didasarkan kepada perbandingan
antara berbagai objek yang akan kita kaji.
Tahapan
kuantitatif, pada tahap ini kita
mencari hubunganj sebab-akibat tidak lagi berdasarkan perbandingan, malainkan
melaui proses pengukuran eksak dari satu objek yang sedang diamati.
Bahasa verbal berfungsi sangat baik pada kedua tahapan
diatas ( tahap I & II ), sedangkan pada tahap III pengetahuan membutuhkan
matematika. Lambang-lambang matematika bukan saja jelas namun juga eksak dengan
mengandung informasi tentang objek tertentu dalam dimesi pengukuran.
18 Statistika
Suatu Hari seorang anak
kecil disuruh Ayahnya membeli sebungkus
korek api dengan pesan agar tak terkecoh mendapatkan korek api yang jelek.
Tidak lama anak kecil itu datang kembali dengan wajah yang berseri-seri,
menyerahkan kotak korek api yang kosong, dan berkata, “Korek api ini benar-benar
bagus Pak, semua batangnya telah saya coba dan ternyata menyala. “
Penyelesaian diatas
membutuhkan waktu yang lama, tidak ekonomis, dan efisien. Penarikan kesimpulan
dengan mencoba semua korek api, bukan merupakan suatu penyelesaian yang tepat.
Beberapa permasalahan seperti hal diatas, dapat dipecahkan dengan Ilmu
Statistika. Pada tahun 1645 ahli Matematika, Chevalier de Mere dan Prancis
Blaise Pascal (1623-1662) tertarik dengan latar belakang permasalahan seperti
contoh diatas, dengan menciptakan teori yang mengembangkan teori dari cikal
bakal Peluang.
Peluang yang merupakan
dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru yang tidak dikenal dalam
pemikiran Yunani Kuno, Romawi, dan bahkan Eropa dalam abad pertengahan. Teori
mengenai kombinasi bilangan sudah dikembangkan oleh Sarjana Muslim Al Jabbar,
meskipun belum sampai dalam lingkup teori Peluang. Namun begitu dasar-dasar
mengenai teori Peluang ini dilanjutkan lebih cepat, lalu kemudian bidang
telaahan ini berkembang pesat. Beberapa orang ahli yang mengembangkan dengan
lebih lanjut mengenai Telaah dasar konsep ilmu Statistika, diantaranya adalah :
1.
Descartes (1596-1650) Dengan latar
belakang selama 4 tahun, bergaul dengan teman-teman yang suka berjudi, Descartes
kebanyakan menang karna dia pandai menghitung peluang.
2.
Pascal dan Pierre de Fermat (1601-1665)
mengembangkan cikal-bakal Teori Peluang.
3.
Pendeta Thomas Bayes (1763)
mengembangkan Teori Peluang subyektif berdasarkan kepercayaan seseorang akan
terjadinya suatu kejadian. Teori ini berkembang menjadi cabang khusus dalam
statistika sebagai pelengkap teori peluang yang bersifat obyektif.
4.
Abraham Demoivre (1667-1827) mengembangkan
Teori Galat atau Kekeliruan (Theory of error).
5.
Thomas Simpson (1757) menyimpulkan bahwa
terdapat suatu distribusi yang berlanjut (Continous Distribution) dari suatu
variable dalam suatu frekuensi yang cukup banyak.
6.
Pierre Simon de Laplace (1749-1827)
mengembangkan konsep dari Demoivre dan Simpson dan menemukan Distribusi Normal.
(sebuah konsep yang paling umum dan paling banyak dipergunakan dalam analisis
statistika di samping Teori peluang.
7.
Francis Galton (1822-1911) & Karl
Pearson (1857-1936) Distribusi lain yang tidak berupa kurva Normal.
8.
Karl Friedrich Gauss (1777-1855) Teknik
Kuadrat Terkecil (Least Squares)
simpangan baku dan galat baku untuk rata-rata (The Standard Error of Mean)
9.
Pearson (melanjutkan Konsep Galton):
Konsep Regresi, Korelasi, Distribusi Chi-Kuadrat dan Analisis Statistika untuk
data Kualitatif. Pearson menulis Buku The Grammar of Science.
10.
William Searly Gosset “Student”
mengembangkan konsep pengambilan contoh.
11.
Ronald Alylmer Fisher (1890-1962):
Analisis Varians dan Kovarians, Distribusi-z, Distribusi-t, uji Signifikan dan
Theory of Estimation.
Meskipun Statistika
relative sangat muda dibandingkan dengan Matematika, tetapi Statistika berkembang
dengan sangat cepat terutama dalam dasawarsa lima puluh tahun belakangan ini.
Ilmu Statistika banyak dipergunakan untuk penelitian Ilmiah, baik yang berupa
Suvei maupun eksperimen Teknik-teknik Statistika dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan untuk kegiatan akademik maupun untuk pengambilan keputusan.
Statistika
dan Cara Berpikir
(Induktif
Dan Deduktif)
·
Ilmu : pengetahuan yang telah teruji
kebenarannya.
·
Semua Pernyataan Ilmiah : Factual.
·
Pengujian : suatu proses pengumpulan
fakta yang relevan dengan hipothesis yang diajukan.
·
Pengujian terbagi 2 : Logika Induktif
dan Logika Deduktif.
A. Pengujian
berdasarkan Logika Induktif : Penarikan kesimpulan yang bersifat Khas dari
kasus-kasus yang bersifat khusus (individual) kepada yang bersifat umum. Meskipun
Premis-premis yang digunakan adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya
Syah, tapi kesimpulannya belum tentu benar. Logika Induktif berpijak kepada
Statistika sebagai sarana penarikan kesimpulan.
B. Pengujian
berdasarkan Logika Deduktif : Penarikan kesimpulan yang bersifat Umum ke
Khusus. Kesimpulan yang ditarik adalah benar jika premis-premis yang
dipergunakannya adalah benar dan penarikan kesimpulannya Syah. Logika Deduktif
berpijak pada Matematika sebagai sarana penalaran penarikan kesimpulan.
·
Pengujian Empiris : salah satu mata
rantai dalam metode ilmiah yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan
lainnya.
·
Hipothesis : Didukung oleh fakta-fakta
empiris. Pernyataan hipothesis menyatakan
apakah diterima atau disyahkan kebenarannya. Jika bertentangan dengan
kenyataan maka, hipothesis ditolak.
Manfaat
Statistika :
·
Statistika memberikan cara untuk dapat
menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian
dari populasi yang bersangkutan.
·
Statistika mampu memberikan secara
kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yang
dasarnya adalah asas yang sederhana.
·
Statistika memberikan kemampuan kepada
kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kausalita antara dua factor atau
lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan
yang bersifat empiris.
·
Penarikan kesimpulan secara statistika
memungkinkan kita untuk melakukan kegiatan ilmiah secara ekonomis.