Senin, 10 Desember 2012

SARANA BERPIKIR ILMIAH


TUGAS KELOMPOK

BAB V
SARANA BERPIKIR ILMIAH

Perbedaan antara manuisa dan binatang terletak kepada kemampuan manusia untuk mengambil jalan melingkar dalam mencapai tujuanya. Seluruh pikiran binatang dipenuhi oleh kkebutuhan yang menyebabkan mereka secara langsung mencari objek yang diinginkanya atau membuang benda yang menghalanginya. Dengan demikian sering kita melihat monyet yang menjangkau sia-sia benda yang diinginkanya tidak seperti manusia yang primitifpun yang telah mempergunakan bandringan atau melempar dengan batu. Manusia sering disebut makluh Homo Faber yaitu makluk yang membuat alat karena berkembangnya ilmu pengetahuan tersebut memerlukan alat.
Untuk melakukan kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya sarana tersebut memungkinkan dilakukanya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat. Tanpa menguasai hal ini maka kegiatan ilmiah yang baik tak dapat dilakukan. Sarana berpikir ilmiah merupakan alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh. Oleh sebab itulah sebelum sarana-sarana berpikir ilmiah ini seyogyana kita telah menguasai langkah-langkah dalam kegiatan ilmiah tersebut. Dengan jalan ini maka kita akan sampai pada hakikatnya sarana yang sebenarnya, sebab sarana merupakan alat yang membantu kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu.
Sarana berpikir ilmiah dalam pendidikan merupakan bidang studi tersendiri, artinya kita mempelajari sarana berpikir ilmiah seperti kita mempelajari berbagai cabang ilmu. Dalam hal ini kita harus memperhatikan dua hal.
·         Pertama => Sarana ilmiah  bukan merupakan kumpulan ilmu pengetahuan yang didapat berdasarkan metode ilmiah.
·         Keduan => Tujuan mempelajari sarana berpikir ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan pengetahuan yang memungkinkan kita untuk bias memecahkan masalah kita sehari-hari.

Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistika. Dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Karena ilmu merupakan gabungan antara berpikir deduktif dan induktif. Untuk itu maka penalaran ilmiah menyadarkan diri kepada proses logika deduktif dan logika induktif. Matematika mempunyai peranan yang sangat penting dalam berpikir deduktif sedangkan statistika mempunyai perana penting dalam pikiran induktif. Kemampuan berpikir ilmiah yang baik harus didukung penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula. Salah satu langkah kearah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peran masing-masing sarana berpikir tersebut dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah tersebut.
Bedasarkan pemikiran ini maka tidak sukar untuk dimengerti mengapa mutu kegiatan keilmuan tidak mencapai taraf yang memuaskan sekiranya sarana berpikir ilmiahnya memang kurang dikuasai. Bagaimana mungkin seseorang bisa melakukan penalaran yang cermat tanpa menguasai struktur bahasa yang tepat.? Demikian juga bagaimana seseorang bisa melakukan generalisasi tanpa menguasai statistika? Memang betul tidak semua masalh tidak membutuhkan statistic, namun hal itu bukan berarti bahwa kita tidak peduli terhadap statistika sama sekali dan berpaling kepada cara-cara yang justru tidak bersifat ilmiah.
16.     Bahasa
Dapatkah anda bayangkan seandainya binatang dapat berbicara seperti manusia.? Jika si didi sedang menanam pisang, maka monyet si didi tidak sekedar mengernyit-ngernyitkan dahinya dalam flustasi, melaikan dalam lantang akan berkata, ‘ bagi-bagi dong, Di, pisangnya..!! dan bukan hanya berhenti disitu saja, dia pun mungkin akan belajar menanam pisang itu sendiri, sebab dengan menguasai bahasa kita akan menguasai pengetahuan. Keunikan manusia sebenarnya bukanlah terletak pada kemampuan berpikir melaikan terletak pada kemampuan berbahasa. Tanpa mempunyai kemampuan berbahasa ini maka kegiatan berpikir secara sistematis dan teratur tidak mungkin dapat dilakukan. Lebih lanjut lagi, tanpa kemampuan berbahasa manusia tidak dapat mengembangkan kebudayaanya, sebab meneruskan nilai-nilai budaya dari generasi yang satu kepada generasi selanjutnya manusia tak berbeda dengan aning atau monyet.
Manusia dapat berpikir karena mempunyai bahasa, tanpa bahasa manusia tidak dapat berpikir rumit dan abstrak seperti dalam kegiatan ilmiah. Binatang tidak diberkahi dengan bahasa yang sempurna sebagaimana kita miliki, oleh sebab itu maka binatang tidak dapt berpikir dengan baik dan mengakumulasikan pengetahuanya lewat proses komunikasi seperti kita mengembangkan ilmu. Karena bintang tidak mempunyai bahsa, maka buah pikiran dan penemuan jenius itu tidak tercatat dan menghilang begitu saja. Bahasa memungkinkan manusia berpikir secara abstrak dimana objek-objek yang faktual ditransformasikan menjadi symbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak. Adanya symbol yang bersifat abstrak ini memungkinkan manusia untuk memikirkan sesuatu secara berlanjut.
Kalau kita telaah lebih lanjut, bahasa mengkomunikasikan tiga hal yakni buah pikiran, perasaan, dan sikap. Dalam komunikasi ilmiah sebenarnya proses komunikasi itu harus terbebas dari unsure motif ini agar pesan yang disampaikan bias diterima secara reproduktif, artinya identic denga peran yang dikirimkan. Namun dalam prakteknya hal ini sukar untuk dilaksanakan kecuali informasi yang terdapat dalam buku pedoman telepon.

Apakah sebenarnya bahasa?
  • Pertama => Bahasa dapat kita cirikan sebagai serangkaian bunyi. Sebenarnya kita dapat berkomunikasi dengan mempergunakan alat lain, umpamanya saja dengan menggunakan bahas isyarat, namun manusia mempergunakan bunyi sebagai alat komunikasi kasi yang paling utama. Komunikasi mempergunakan bunyi ini dikatakan juga sebagai komunikasi verbal.
  • Kedua => Bahasa merupakan lambang  dimana rangkaian bunyi ini membentuk suatu arti tertentu. Rangkaian bunyi yang kita kenal sebagai kata malambangkan suatu objek tertentu. Umpamanya perkataan gunung dan burung merpati sebenarnya merupakan lambang yang kita berikan kepada kedua objek tersebut. Bila objek tersebut kita lambangkan dengan bunyi “gunung” sedangkan bagi bahasa lain dilambangkan dengan mountain dalam bahasa inggris atau jaba dalam bahasa arab, demikian juga dengan merpati.

Manusia mengumpulkan lambang-lambang ini dan menyusun apa yang kita kenal sebagai perbendaharaan kata-kata. Perbendaharaan ini pada hakikatnya merupakan akumulasi pengalaman dan pemikiran mereka. Artinya dengan perbendaharaan kata-kata yang mereka punyai maka manusia dapat mengkomunikasikan segenap pengalaman dan pemikiran mereka. Inilah yang menyebabkan bahasa terus berkembang yakni karena disebabkan pengalaman dan pikiran manusia yang juga berkembang. Adanya lambang-lambang ini memungkinkan manusia dapat berpikir dan belajar dengan lebih baik.
Adanya bahasa ini memungkinkan kita untuk memikirkan sesuatu dalam benak kepala kita,meskipun objek yang sedang kita pikirkan tersebut tidak berada didekat kita. Manusia dengan kemampuan berbahasa memungkinkan untuk memikirkan sesuatu masalah terus-menerus. Lainpulanya dengan binatang, karena mereka tidak mempunyai bahasa seperti apa yang kita punya, maka mereka baru bias berpikir jika objek itu berada di depan matanya. Perbedaan pindidikan antara manusia dengan binatang terutama terletak pada tujuanya: manusia belajar agar berbudaya sedangkan binatang belajar untuk mempertahankan jenisnya.
Dengan bahasa bukan saja manusia dapat berpikir secara teratur namun juga dapat mengkomunikasikan apa yang sedang dia pikirkan kepada orang lain. Namun bukan itu saja, dengan bahasa kitapun dapat mengekspresikan sika dan perasaan kita. Dengan adanya bahasa maka manusia hidup dalam dunia yakni dunia pengalaman yang nyata dan dunia simbolik yang dinyatakan dengan bahasa. Disamping pengetahuan manusia mencoba memberi arti kepada semua gejala fisik yang dialaminya. Seni merupakan kegiatan ekstetik yang banyak mempergunakan aspek emotif dari bahasa baik itu seni suara maupun seni sastra dalam hal ini bahasa bukan saja dipergunakan untuk mengemukakan perasaan itu sendiri melainkan juga merupakan ramuan untuk menjenakan pengalaman yang ekspresif tadi.
Komunikasi ilmiah mensyaratkan bentuk komunikasi yang sangat lain dengan kominikasi ekstetik. Komunikasi ilmiah bertujuan untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan. Agar komunikasi ilmiah ini berjalan dengan baik maka bahasa yang dipergunakan harus terbebas dari unsur-unsur emotif. Kominikasi ilmiah harus bersikap repoduktif artinya bila sipengirim informasi x yang diterima harus merupakan reproduksi yang benar-benar sama dari informasi x yang dikirimkan. Oleh sebab itu maka proses komunikasi ilmiah harus bersikap jelas dan obyektif yakni terbebas dari unsur-unsur emotif. Hal ini harus kita lakukan untuk mencegah si penerima komunikasi memberi makna lain yang berbeda dengan makna yang kita maksudkan.
Karya ilmiah pada dasarnya merupakan kumpulan pernyataan yang mengemukakan informasi tentang pengetahuan maupun jalan pemikiran dalam mendapatkan pengetahuan tersebut. Untuk mampu mengkomunikasikan suatu pernyataan dengan jelas maka seseorang harus menguasai kata bahasa yang baik. Pengetahuan tata bahasa dengan baik merupakan syarat mutlak bagi komunikasi ilmiah yang benar. Karya ilmiah juga mempunyai gaya penulisan yang pada hakikatnya merupakan usaha untuk mencoba menghindari kecenderungan yang bersifat emosional bagi kegiatan seni namun merupakan kerugian bagi kegiatan ilmiah oleh sebab itu gaya penulisan ilmiah, dimana tercakup didalamnya pengguanaan tata bahasa dan penggunaan kata-kata, harus diusahakan sedemikian mungkin untuk menggunakan unsur-unsur emotif ini seminimal mungkin.

Beberapa kekurangan bahasa
Sebagai sarana komunikasi ilmiah maka bahasa mempunyai beberapa kekurangan. Kekurangan ini pada hakikatnya terletak pada peranan bahasa itu sendiri yang bersifat multifungsi yakni sebagai sarana komunikasi emotif, afektif dan simbolik. Kekurangan yang ke dua terletak pada arti yang tidak jelas dan eksak yang dikandung oleh kata-kata yang mengandung bahasa. Dipihak lain usaha untuk menyampaikan arti sejelas dan se eksak mungkin dalam suatu proses komunikasi mungkin akan munyebabkan proses penyampain informasi itu malah tidak komunikatif lagi disebabkan bahasa yang bertele-tele dan membosankan. Mengambil contoh dari kehidupan sehari-hari misalkan “cinta”.kata cinta ini seringdipakai dalam lingkup yang sangat luas umpamanya dalam hubungan antara ibu dan anak, ayah dan anak, kakek dan nenek, perasaan kepada tanah air dan ikatan pada rasa kemanusiaan yang besar. Disamping itu bahasa mempunyai beberapa kata yangn memberi arti yang sama, umpamanya pengertian tentang “usaha kerja sama yang terkoordinasi dalam mencapai suatu tujuan tertentu” disebutkan sebagai administrasi, manajemen, pengelolaan dan tatalaksana. Sifat majemuk dari bahasa ini sering menimbulkan apa yang dinamakan kekacauan simatik, dimana dua orang yang berkomunikasi mempergunakan sebuah kata yang sama namun untuk pengertian yang berbeda.
Kelemahan yang ketiga bahasa sering bersifat berputar-putar dalam mempergunakan kata-kata terutama dalam memberikan definisi. Contoh lain yang sering kita temukan adalah perkataan “data” yang diartikan sebagai “bahan yang diolah menjadi informasi”; sedangkan “informasi” diartikan “keterangan yang didapat dari data”. Hal ini sebenarnya taka da salahnya selama kata-kata yang dipergunakan itu sudah mempunyai pengertian yang jelas dan bukan bersifat berputar-putar. Masalah bahasa ini menjadi bahan pemikiran yang sungguh-sungguh genstin, disebabkan karena “kebanyakan dari pernyataan dan pertanyaan ahli filsafat timbul dari kegagalan mereka untuk menguasai logika bahasa.

17.   MATEMATIKA
Filsafat matematika adalah cabang dari filsafat yang mengkaji anggapan-anggapan filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak matematika. Tujuan dari filsafat matematika adalah untuk memberikan rekaman sifat dan metodologi matematika dan untuk memahami kedudukan matematika di dalam kehidupan manusia. Sifat logis dan terstruktur dari matematika itu sendiri membuat pengkajian ini meluas dan unik di antara mitra-mitra bahasan filsafat lainnya.
Matematika (dari bahasa Yunani: μαθηματικά - mathēmatiká) adalah studi besaran, struktur, ruang, dan perubahan. Para matematikawan mencari berbagai pola,[2][3] merumuskan konjektur baru, dan membangun kebenaran melalui metode deduksi yang kaku dari aksioma-aksioma dan definisi-definisi yang bersesuaian.[4] Terdapat perselisihan tentang apakah objek-objek matematika seperti bilangan dan titik hadir secara alami, atau hanyalah buatan manusia. Seorang matematikawan Benjamin Peirce menyebut matematika sebagai "ilmu yang menggambarkan simpulan-simpulan yang penting".[5] Di pihak lain, Albert Einstein menyatakan bahwa "sejauh hukum-hukum matematika merujuk kepada kenyataan, mereka tidaklah pasti; dan sejauh mereka pasti, mereka tidak merujuk kepada kenyataan."[6] Melalui penggunaan penalaran logika dan abstraksi, matematika berkembang dari pencacahan, perhitungan, pengukuran, dan pengkajian sistematis terhadap bangun dan pergerakan benda-benda fisika.
Konsep bentuk logis adalah inti dari logika. Konsep itu menyatakan bahwa kesahihan (validitas) sebuah argumen ditentukan oleh bentuk logisnya, bukan oleh isinya. Dalam hal ini logika menjadi alat untuk menganalisis argumen, yakni hubungan antara kesimpulan dan bukti atau bukti-bukti yang diberikan (premis). Logika silogistik tradisional Aristoteles dan logika simbolik modern adalah contoh-contoh dari logika formal. Dasar penalaran dalam logika ada dua, yakni deduktif dan induktif. Penalaran deduktif—kadang disebut logika deduktif—adalah penalaran yang membangun atau mengevaluasi argumen deduktif. Argumen dinyatakan deduktif jika kebenaran dari kesimpulan ditarik atau merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya. Argumen deduktif dinyatakan valid atau tidak valid, bukan benar atau salah. Sebuah argumen deduktif dinyatakan valid jika dan hanya jika kesimpulannya merupakan konsekuensi logis dari premis-premisnya.


Contoh argumen deduktif:
  1. Setiap mamalia punya sebuah jantung
  2. Semua kuda adalah mamalia
  3. ∴ Setiap kuda punya sebuah jantung
Penalaran induktif—kadang disebut logika induktif—adalah penalaran yang berangkat dari serangkaian fakta-fakta khusus untuk mencapai kesimpulan umum.
Contoh argumen induktif:
  1. Kuda Sumba punya sebuah jantung
  2. Kuda Australia punya sebuah jantung
  3. Kuda Amerika punya sebuah jantung
  4. Kuda Inggris punya sebuah jantung
  5. ∴ Setiap kuda punya sebuah jantung.



Tabel di bawah ini menunjukkan beberapa ciri utama yang membedakan penalaran induktif dan deduktif.
Deduktif
Induktif
Jika semua premis benar maka kesimpulan pasti benar
Jika premis benar, kesimpulan mungkin benar, tapi tak pasti benar.
Semua informasi atau fakta pada kesimpulan sudah ada, sekurangnya secara implisit, dalam premis.
Kesimpulan memuat informasi yang tak ada, bahkan secara implisit, dalam premis.

Logika masuk ke dalam kategori matematika murni karena matematika adalah logika yang tersistematisasi. Matematika adalah pendekatan logika kepada metode ilmu ukur yang menggunakan tanda-tanda atau simbol-simbol matematik (logika simbolik). Logika tersistematisasi dikenalkan oleh dua orang dokter medis, Galenus (130-201 M) dan Sextus Empiricus (sekitar 200 M) yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri. Puncak logika simbolik terjadi pada tahun 1910-1913 dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North Whitehead (1861 - 1914) dan Bertrand Arthur William Russel (1872 - 1970).

Matematika sebagai bahasa

Matematika adalah bahasa yang melambangkan serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambing-lambang matematika meiliki sifat artificial yaitu akan memiliki arti setelah sebuah makna deberikan kepadanya. Tanpa makna matematika hanya merupakan lambing saja. Selain itu matematika pun dapat diartikan sebagai bahasa yang berusaha unutk menghilangkan sifat kabur, majemuk, dan emosional dari bahasa verbal.

Selain sebagai bahasa matematikua pun memiliki sifat kuantitatif, yaitu matematika mengembangkan bahasa numeric yg memungkinkan kita melakukan pengukuran secara kuantitatif. Selain itu matematika pun memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke kuantitatif. Pada dasarnya matematika diperlukan oleh semua disiplin keilmuan untk meningkatkan daya prediksi dan control dari ilmu tersebut, sehingga ilmu dapat memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan masalah secara lebih tepat dan cermat.

Matematika sarana berfikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang didasarkan kepada premis-premis yang kebenaranya telah ditentukan.


Ilmu dapat dibagi menjadi 3 tahapan :

  1. tahapan sistematika
  2. tahapan komparatif
  3. tahapan kuantitatif


Tahapan sistematika, pada tahap ini ilmu sudah mulai menggolong-golongkan objek empiris ke dalam kategori-kategori tertentu. Penggolongan ini memungkinkan kita untuk menemukan ciri-ciri yang bersifat umum dari anggota-anggota yang menjadi kelompok tertentu. Ciri-ciri yang bersifat umum inilah yang merupakan pengetahuan manusia dalam mengenali dunia fisik.

Tahapan komparatif, pada tahap ini kita mulai membandingkan antara objek yang satu dengan yang lainya, kategori yang satu ini dengan kategori lainya dan seterusnya. Kita mulai mencari hubungan yang didasarkan kepada perbandingan antara berbagai objek yang akan kita kaji.

Tahapan kuantitatif,  pada tahap ini kita mencari hubunganj sebab-akibat tidak lagi berdasarkan perbandingan, malainkan melaui proses pengukuran eksak dari satu objek yang sedang diamati.

Bahasa verbal berfungsi sangat baik pada kedua tahapan diatas ( tahap I & II ), sedangkan pada tahap III pengetahuan membutuhkan matematika. Lambang-lambang matematika bukan saja jelas namun juga eksak dengan mengandung informasi tentang objek tertentu dalam dimesi pengukuran.
 18      Statistika
Suatu Hari seorang anak kecil disuruh Ayahnya  membeli sebungkus korek api dengan pesan agar tak terkecoh mendapatkan korek api yang jelek. Tidak lama anak kecil itu datang kembali dengan wajah yang berseri-seri, menyerahkan kotak korek api yang kosong, dan berkata, “Korek api ini benar-benar bagus Pak, semua batangnya telah saya coba dan ternyata menyala. “
Penyelesaian diatas membutuhkan waktu yang lama, tidak ekonomis, dan efisien. Penarikan kesimpulan dengan mencoba semua korek api, bukan merupakan suatu penyelesaian yang tepat. Beberapa permasalahan seperti hal diatas, dapat dipecahkan dengan Ilmu Statistika. Pada tahun 1645 ahli Matematika, Chevalier de Mere dan Prancis Blaise Pascal (1623-1662) tertarik dengan latar belakang permasalahan seperti contoh diatas, dengan menciptakan teori yang mengembangkan teori dari cikal bakal Peluang.
Peluang yang merupakan dasar dari teori statistika, merupakan konsep baru yang tidak dikenal dalam pemikiran Yunani Kuno, Romawi, dan bahkan Eropa dalam abad pertengahan. Teori mengenai kombinasi bilangan sudah dikembangkan oleh Sarjana Muslim Al Jabbar, meskipun belum sampai dalam lingkup teori Peluang. Namun begitu dasar-dasar mengenai teori Peluang ini dilanjutkan lebih cepat, lalu kemudian bidang telaahan ini berkembang pesat. Beberapa orang ahli yang mengembangkan dengan lebih lanjut mengenai Telaah dasar konsep ilmu Statistika, diantaranya adalah :
1.      Descartes (1596-1650) Dengan latar belakang selama 4 tahun, bergaul dengan teman-teman yang suka berjudi, Descartes kebanyakan menang karna dia pandai menghitung peluang.
2.      Pascal dan Pierre de Fermat (1601-1665) mengembangkan cikal-bakal Teori Peluang.
3.      Pendeta Thomas Bayes (1763) mengembangkan Teori Peluang subyektif berdasarkan kepercayaan seseorang akan terjadinya suatu kejadian. Teori ini berkembang menjadi cabang khusus dalam statistika sebagai pelengkap teori peluang yang bersifat obyektif.
4.      Abraham Demoivre (1667-1827) mengembangkan Teori Galat atau Kekeliruan (Theory of error).
5.      Thomas Simpson (1757) menyimpulkan bahwa terdapat suatu distribusi yang berlanjut (Continous Distribution) dari suatu variable dalam suatu frekuensi yang cukup banyak.
6.      Pierre Simon de Laplace (1749-1827) mengembangkan konsep dari Demoivre dan Simpson dan menemukan Distribusi Normal. (sebuah konsep yang paling umum dan paling banyak dipergunakan dalam analisis statistika di samping Teori peluang.
7.      Francis Galton (1822-1911) & Karl Pearson (1857-1936) Distribusi lain yang tidak berupa kurva Normal.
8.      Karl Friedrich Gauss (1777-1855) Teknik Kuadrat Terkecil  (Least Squares) simpangan baku dan galat baku untuk rata-rata (The Standard Error of Mean)
9.      Pearson (melanjutkan Konsep Galton): Konsep Regresi, Korelasi, Distribusi Chi-Kuadrat dan Analisis Statistika untuk data Kualitatif. Pearson menulis Buku The Grammar of Science.
10.  William Searly Gosset “Student” mengembangkan konsep pengambilan contoh.
11.  Ronald Alylmer Fisher (1890-1962): Analisis Varians dan Kovarians, Distribusi-z, Distribusi-t, uji Signifikan dan Theory of Estimation.
Meskipun Statistika relative sangat muda dibandingkan dengan Matematika, tetapi Statistika berkembang dengan sangat cepat terutama dalam dasawarsa lima puluh tahun belakangan ini. Ilmu Statistika banyak dipergunakan untuk penelitian Ilmiah, baik yang berupa Suvei maupun eksperimen Teknik-teknik Statistika dikembangkan sesuai dengan kebutuhan untuk kegiatan akademik maupun untuk pengambilan keputusan.

Statistika dan Cara Berpikir
(Induktif Dan Deduktif)
           
·         Ilmu : pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. 
·         Semua Pernyataan Ilmiah : Factual.
·         Pengujian : suatu proses pengumpulan fakta yang relevan dengan hipothesis yang diajukan.
·         Pengujian terbagi 2 : Logika Induktif dan Logika Deduktif.

A.    Pengujian berdasarkan Logika Induktif : Penarikan kesimpulan yang bersifat Khas dari kasus-kasus yang bersifat khusus (individual) kepada yang bersifat umum. Meskipun Premis-premis yang digunakan adalah benar dan prosedur penarikan kesimpulannya Syah, tapi kesimpulannya belum tentu benar. Logika Induktif berpijak kepada Statistika sebagai sarana penarikan kesimpulan.

B.     Pengujian berdasarkan Logika Deduktif : Penarikan kesimpulan yang bersifat Umum ke Khusus. Kesimpulan yang ditarik adalah benar jika premis-premis yang dipergunakannya adalah benar dan penarikan kesimpulannya Syah. Logika Deduktif berpijak pada Matematika sebagai sarana penalaran penarikan kesimpulan.

·         Pengujian Empiris : salah satu mata rantai dalam metode ilmiah yang membedakan ilmu dari pengetahuan-pengetahuan lainnya.
·         Hipothesis : Didukung oleh fakta-fakta empiris. Pernyataan hipothesis menyatakan  apakah diterima atau disyahkan kebenarannya. Jika bertentangan dengan kenyataan maka, hipothesis ditolak.


Manfaat Statistika :
·         Statistika memberikan cara untuk dapat menarik kesimpulan yang bersifat umum dengan jalan mengamati hanya sebagian dari populasi yang bersangkutan.
·         Statistika mampu memberikan secara kuantitatif tingkat ketelitian dari kesimpulan yang ditarik tersebut, yang dasarnya adalah asas yang sederhana. 
·         Statistika memberikan kemampuan kepada kita untuk mengetahui apakah suatu hubungan kausalita antara dua factor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris.
·         Penarikan kesimpulan secara statistika memungkinkan kita untuk melakukan kegiatan ilmiah secara ekonomis.




0 komentar:

Posting Komentar